CONTOH MAKALAH TAJWID TENTANG PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN HUKUM MADD
MAKALAH
HUKUM MADD
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah TAHSINUL AL-QIROAT
Dosen : Ahmad Surahmin,
Disusun oleh :
Abdul Jabar
amarullah
Rian riswandi
Kelas : PAI 1D
Fakultas: Tarbiyah
INSTITUT
AGAMA ISLAM CIPASUNG (IAIC)
TASIKMALAYA
2017
Puji syukur tercurah
kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada kita sehingg kita dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang telah
terlibat dan membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Harapan kami semoga
dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
khususnya kami yang membuat. Dan untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman, kami
yakin masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca untuk memperbaiki makalah ini.
Cipasung, Desember
2017
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Mempelajari ilmu tajwid hukumnya adalah fardhu kifayah. Jika dalam
suatu tempat ada seseorang yang menguasai ilmu ini, maka bagi yang lainnya
tidak menanggung dosa, dan sebaliknya jika tidak seorangpun yang menguasai ilmu
ini, maka seluruh penduduk daerah tersebut menanggung dosa. Adapun membaca
Al-Qur’an dengan tajwid hukumnya fardhu ‘ain. Jika seseorang tidak menggunakan
tajwid dalam membaca Al-Qur’an, maka ia berdosa. Ilmu tajwid sangat penting
sekali untuk dipelajari sebelum belajar membaca Al-Qur’an, karena dengan ilmu
tajwid kita dituntun bagaimana cara melafalkan huruf hijaiyah, bagaimana cara memanjangkan
atau memendekkan bacaan atau yang disebut dengan Hukum Mad, dan lain
sebagainya.
1.
Apa
yang dimaksud dengan Mad?
2.
Ada
berapa pembagian Mad?
3.
Bagaimana
pembagian Mad Far’i?
4.
Apakah
ada lafadz yang tidak dibaca Mad?
1.
Untuk
mengetahui pengertian Mad.
2.
Untuk
mengetahui pembagian Mad.
3.
Untuk
mengetahui pembagian Mad Far’i.
4.
Untuk
mengetahui lafadz yang tidak dibaca Mad.
Makalah ini tidak mencakup semua
materi tentang ilmu tajwid, melainkan dibatasi hanya mencakup materi tentang
Mad dan Pembagiannya.
PEMBAHASAN
Dalam kitab matan
Al-Jazariah, Mad menurut bahasa yaitu الزِّيَادَةُ yang artinya Bertambah. ada juga
yang mengartikan Mad menurut bahasa dalam kitab Hidayatul mustafid dan Tuhfatul
athfal yaituالْمَطُّ
yang
artinya Panjang.
Sedangkan Mad
menurut istilah adalah:
1.
Dalam
kitab Hidayatul Mustafid
إِطَالَةُ الصَّوْتِ بِحَرْفٍ مِنْ حُرُوْفِ الْمَدِّ
اْلآتِى ذِكْرُهَا
“Memanjangkan bacaan menurut aturan-aturan tertentu dalam Al-Qur’an.”
2.
Dalam
kitab Matan Al-Jazariah
عِبَارَةٌ عَنْ إِطَالَةُ الصَّوْتِ
بِالْحَرْفِ الْمَمْدُوْزِ
“Suatu ibarat
dalam memanjangkan bacaan menurut huruf-huruf tertentu.”
3.
Dalam
kitab Tuhfatul Athfal
عِبَارَةٌعَنْ طُوْلِ زَمَنِ صَوْتِ
الْحُرُوْفِ وَالزِّيَادَةِ عَلَى مَافِيْهِ عِنْدَ مُلَاقَاةِ هَمْزًاوَسُكُوْنًا
“Pengibaratan
dari panjangnya waktu suara huruf dan tambahnya suara disaat bertemu Hamzah dan
Sukun.”
Mad terbagi
menjadi 2 bagian yaitu, Mad Ashli atau Mad Thabi’i dan Mad Far’i. dan Mad Far’i
juga masih terbagi lagi menjadi beberapa bagian.
وَالْمَدُّ أَصْلِيٌّ زَفَرْعِيٌّ
لَهُ # وَسَمِّ أَوَّلًاطَبِيْعِيًّا وَهُوَ
مَالَاتَوَقُّفٌ لَهُ عَلَى سَبَبْ #
وَلَابِدُوْنِهِ الْحُرُوْفُ تُجْتَلَبْ
بَلْ أَيُّ حَرْفٍ غَيْرِ
هَمْزٍأَوْسُكُوْنٍ # جَابَعْدَ مَدٍّ فَالطَّبِيْعِيَّ يَكُوْن
“Mad ada 2 yaitu ashli
dan far’i. Mad ashli sering disebut mad thabi’i. Mad ashli tidak membutuhkan
sebab. Tidak akan berdiri tanpa huruf mad. Setelah mad ashli selalu ada huruf
selain Hamzah dan huruf bersukun.”
Berikut pengertian
dari Mad Ashli atau Mad Thabi’i dan Mad Far’i:
Mad Ashli sering disebut dengan Mad
Thabi’i yang secara bahasa Thabi’i itu berarti tabiat. Di istilahkan Mad
Thabi’i berdasarkan dalam kitab Hidayatul Mustafid dan Kitab Nihaayatul Qaulil
Mufid yaitu:
لِأَنَّ صَاحِبَ الطَّبِيْعَةِ
السَّلِيْمَةِ لَايَنْقُصُهُ عَنْ حَدِّهِ وَلَايَزِيْدُ عَلَيْهِ
“Seorang yang
mempunyai tabi’at baik tidak mungkin akan mengurangi atau menambah panjang
bacaan dari yang telah ditetapkan.”
Maksudnya, ketentuan bahwa Mad Ashli harus
dibaca panjang dua harakat tidak mungkin ditambah atau dikurangi oleh orang
yang mempunyai tabi’at baik. Jadi orang tersebut akan membaca Mad Ashli sesuai
dengan ketentuan yakni dua harakat, tidak lebih dan tidak kurang.
1.
Menurut
kitab Fathul Aqfal, mad ashli yaitu:
الَّذِيْ لَايَتَوَقَّفُ عَلَى
سَبَبٍ مِنْ هَمْزٍ أَوْسُكُوْنٍ
“Mad yang tidak membutuhkan sebab
Hamzah atau Sukun.”
2.
Menurut
kitab Hidayatul Mustafid, mad ashli yaitu:
هُوَ الْمَدُّ الطَّبِعِيُّ الَّذِيْ
لَاتَقُوْمُ ذَاتُ حَرْفِ الْمَدِّ إِلَّا بِهِ
“Mad Thabi’i yaitu mad yang tidak
bisa berdiri kecuali dengan huruf mad itu sendiri.”
Huruf Mad Ashli ada 3 yaitu ا,و,ي dengan syarat alif sukun sebelumnya
ada huruf berharakat fathat, wawu sukun sebelumnya ada huruf berharakat dhomah,
dan ya sukun sebelumnya ada huruf berharkat kasrah. Sebagaimana dijelaskan
dalam Nazham Tuhfatul Athfal:
حُرُوْفُهُ ثَلَاثَةٌ فَعِيْهَا #
مِنْ لَفْظِ وَايٍ وَهْيَ فِي نُوْحِيْهَا
وَالْكَسْرُ قَبْلَ اليَاوَقَبْلَ
الوَاوِضَمْ # شَرْطٌ وَفَتْحٌ قَبْلَ أَلْفٍ مُلْتَزَمْ
“huruf-hurf (Mad Ashli)
itu ada tiga, terkumpul dalam lafadz Waayin seperti dalam kata nuuhiihaa.
Syaratnya ialah kasrah sebelum ya, dhamah sebelum wau, dan fathah sebelum
alif.”
1.
Alif
mati/sukun sebelumnya ada huruf berbaris fathah. Contoh إِيَّاكَ
2.
Wawu
mati/sukun sebelumnya ada huruf berbaris dhomah. Contoh يَقُوْلُ
3.
Ya
mati/sukun sebelumnya ada huruf berbaris kasrah. Contoh قِيْلَ
Ukuran pembacaan Mad Ashli yaitu satu alif
atau dua harakat. Mad Ashli atau Mad Thabi’i adalah hukum Mad yang paling dasar
atau pokok. Karena hukum-hukum Mad yang lain (bagian dari Mad Far’i) hampir
seluruhnya berasal dari Mad Ashli.
Mad artinya panjang, Far’i secara bahasa
berasal dari kata far’un yang artinya cabang. Sedangkan secara istilah Menurut
kitab fathul aqfal, Mad Fari’i yaitu:
الْمَدُّ الزَّائِدُ عَلَى الْمَدِّ
الْأَصْلِيِّ بِسَبَبٍ مِنْ هَمْزٍ أَوْسُكُوْنٍ
“Mad yang
merupakan hukum tambahan dari Mad Ashli (sebagai hukum asalnya) yang disebabkan
oleh hamzah atau sukun.”
Dalam nazham dijelaskan:
وَالْأٰخَرُ
الْفَرْعِيُّ مَوْقُفٌ عَلٰى # سَبَبْ كَهَمْزٍ أَوْسُكُوْنٍ مُسْجَلٍا
“Bagian lain (dari
hukum Mad) ialah Mad Far’i, yakni Mad ashli yang
terkena suatu sebab, seperti hamzah atau sukun.”
Dari keterangan di atas, jelas bahwa
Mad Far’i ialah Mad tambahan dari hukum asalnya (Mad Ashli) yang terkena
sebab-sebab tertentu sehingga menjadi Mad Far’i. Menurut buku “Pedoman Ilmu
Tajwid Lengkap” ada 5 jenis sebab yang menjadikan Mad Ashli berubah menjadi
Mad Far’i yaitu:
a.
Hamzah. Ketika Mad Ashli bertemu dengan hamzah maka akan melahirkan hukum
Mad Far’i yaitu:
1)
Mad Wajib
Muttasil (bertemunya Mad Ashli dengan Hamzah dalam satu kalimat). Contoh جَآءَ, وَالسَّمَآءِ
2)
Mad Jaiz
Munfasil (bertemunya Mad Ashli dengan Hamzah dalam dua kalimat/kalimat lain).
Contoh يٰآأَيُّهَاالنَّاسُ
3)
Mad Badal
(huruf Mad Ashli yang didahului oleh Hamzah). Contoh اٰمَنُوْا
4)
Mad Shilah
Thawilah (Ha dhamir yang dibaca Mad bertemu dengan Hamzah). Contoh إِنَّهُ أَضْحَكَ
b.
Sukun.
1)
Mad
Lazim Harfi Musyba Mukhaffaf (huruf Mad menghadapi sukun Ashli, baik ketika
washal maupun waqaf. Namun bacaan tidak di idghamkan, huruf mad dan sukun ashli
tersebut berada dalam ejaan huruf). Contoh عٓسٓقٓ, نٓ
2)
Mad
Lazim Harfi Mukhaffaf (huruf-huruf fawatihus suwar yang memiliki dua ejaan
huruf, ejaan pertamanya berharkat fathah). Huruf-huruf tersebut dibaca Mad
karena dalam ejaan hurufnya diiringi oleh huruf mad (yang tanda sukunnya tidak
nampak). Contoh يٰسٓ
3)
Mad
Lazim kalimi mukhaffaf (huruf Mad Ashli yang bersukun dan didahului oleh
hamzah, bertemu dengan huruf yang bersukun). Contoh آلاٰنَ
c.
Waqaf. Masih merupakan bagian dari sukun, terjadinya proses penyukunan
huruf karena bacaan di waqafkan dengan sukun ‘aridli.
1)
Mad
‘Aridl lissukun (mad ashli yang dibaca waqaf). Contoh يَعْلَمُوْنَ, يَوْمِ الدِّيْنِ
2)
Mad
Iwadl (tanwin fathah yang dibaca Mad karena waqaf), mad ini merupakan pengganti
tanwin fathah yang tidak berbunyi lagi karena bacaan di waqafkan. Contoh عَلِيْمًا حَكِيْمًا
3)
Mad
Lin (huruf mad yaitu wau dan ya yang sukun dan huruf sebelumnya berharakat
fathah) disyaratkan setelah huruf Mad ada huruf yang bersukun ‘aridli karena
bacaan di waqafkan. Contoh بَيْتٍ, خَوْفٍ
d.
Tasydid. Tasydid juga
masih bagian dari sukun, yakni terjadinya proses peng-idghaman huruf yang
bersukun keppada huruf yang didepannya berharakat, serta sama/berdekatan
makhraj dan sifatnya.
1)
Mad
Lazim Harfi Musyba Mutsaqal (huruf Mad menghadapi huruf yang di idghamkan
seraya memakai tasydid, mad ini terjadi pada fawatihus suwar). Contoh اٰلٓم
2)
Mad
Lazim Kalimi Mutsaqal (huruf mada menghadapi huruf yang bertasydid dalam satu
kalimat). Contoh وَلَاالضَّآلِّيْنَ
3)
Mad
Tamkin (huruf mad yang bersukun dengan huruf sebelumnya ya bertasydid dan
berharakat kasrah), jika tidak ada tasydid, maka hanya terkena hukum Mad Ashli
saja. Contoh حُيِّيْتُمْ, وَالنَّبِيِّيْنَ
4)
Mad
Farqi (huruf mad ashli yang bersukun dan didahului oleh Hamzah atau mad badal,
bertemu dengan huruf yang bertasydid. Contoh آللّٰهُ خَيْرٌ اَمْ مَايُشْرِكُوْنَ
e.
Sebab-sebab lain.
(berfungsi membedakan bacaan yang mesti dibaca panjang atau pendek) dalam hal
ini ialah Mad shilah Qashirah, dimana Ha dhamir pada mad tersebut dibaca
panjang dengan alasan Ta’aaduban (penghormatan/pemuliaan) terhadap Al-Qur’an
yang Agung, yang tidak bisa ditambah atau dikurangi. Contoh إِنَّهُ كَانَ
Seandainya sebab-seba Hamzah, Sukun,
Waqaf, dan Tasydid dalam berbagai Mad diatas ditiadakan, maka semua Mad akan
kembali ke semula yaitu Mad Ashli.
Dalam pembagian
Mad Far’i, ada yang menyatakan jumlahnya 13 seperti dalam kitab Hidayatul
Mustafid, ada yang menyatakan 14, bahkan dalam kitab Siraajul Qori yang diambil
dari buku “Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap” jumlahnya ada 15 dengan membagi
Mad Lazim menjadi 5 bagian (Mad Lazim Harfi Musyba Mutsaqal, Mad Lazim Harfi
Musyba Mukhaffaf, Mad Lazim Harfi Mukhaffa, Mad Lazim Kalimi Mutsaqal, dan Mad
Lazim Kalimi Mukhaffaf). Berikut penjelasannya:
Secara bahasa, mad artinya panjang. Wajib
artinya harus (dipanjangkan), dan Muttasil artinya bersambung (dengan hamzah).
Menurut istilah mad wajib muttasil adalah :
هُوَ أَنْ يَكُوْنَ الْمَدُّ
وَالْهَمْزَةُ فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ
“Apabila mad (asli) dan hamzah (bertemu) dalam satu kata”
[hidayatul mustafid].
Dijelaskan dalam nazham:
وَوَاجِبٌ إنْ جَاءَ قَبْلَ هَمْزَةِ
# مُتَّصِلًا إِنْ جُمِعَا بِكِلْمَةِ
“Dan mad wajib muttasil itu ialah apabila datang huruf mad asli
sebelum hamzah dalam keadaan bersambung di satu kata”. [Matan Jazariyah]
Jadi syarat mad wajib muttasil adalah harus ada hamzah setelah mad
asli dan hamzah itu pun berada dalam satu kata. Jika tidak demikian, tidak
terjadi hukum mad wajib muttasil.
Cara membaca mad wajib
muttasil adalah 5 harokat atau 2 setengah alif. Contoh: جَآءَ , فِى السَّرَّآءِ
Secara
bahasa, mad artinya panjang, jaiz artinya boleh (dipanjangkan lebih dari 2
harokat) dan munfashil artinya terpisah (antara huruf mad dengan huruf hamzah).
Menurut
istilah, mad jaiz munfasil adalah :
هُوَ مَاكَانَ حَرْفُ الْمَدِّ فِيْ
كَلِمَةٍ وَالْهَمْزَةُ فِيْ كَلِمَةٍ اُخْرٰى
“Apabila huruf mad (asli) dalam satu kata bertemu dengan hamzah di
kata yang lainnya”.
Dijelaskan dalam
nazham:
وَجَائِزٌ
مَدٌّ وَقَصْرٌ اِنْ فُصِلْ # كُلٌّ بِكِلْمَةٍ وَهٰذَا الْمُنْفَصِلْ
“Dan ada mad yang boleh (jaiz) dibaca panjang atau pendek, yang
terpisah kalimat (antara huruf madd dan hamzah). Dan yang demikian itu
dinamakan mad jaiz munfhasil”.
Jadi, mad jaiz munfashil terjadi apabila mad asli di satu kata
bertemu dengan hamzah pada kata berikutnya. Dengan kata lain, mad asli dan
hamzah berada pada dua kata yang terpisah.
Cara membaca mad
jaiz munfashil boleh dipanjangkan, 2 harakat, 4 harakat, atau 5 harakat. Dengan
demikian, ada 3 wajah dalam pembacaannya :
a.
Hadr
: cepat, dibaca 2 harokat.
b.
Tadwir
: sedang, dibaca 4 harokat.
c.
Tartil
: lambat, dibaca 5 harokat.
Contoh: فِيٓ أَحْسَنِ , لَآ اَعْبُدُ
Mad
lazim harfi musyba mutsaqol adalah :
فَإِنْ اُدْغِمَ حَرْفُ الَّذِي
بَعْدَ حَرْفِ الْمَدِّ كَانَ مُثَقَّلًا
“Bila huruf setelah mad (dalam ejaan huruf wafatihus suwar)
diidghomkan, maka dinamakan mad lazim harfi musyba mutsaqol”.
Disebut
mutsaqol karena dalam mad ini bacaan diberatkan akibat terjadinya proses
pengidghoman.
Contoh : الٓمّٓ
Cara membacanya
yaitu, alif (1 harakat), laam (6 harakat), miim (6 harakat).
Mad
lazim harfi musyba mukhofaf ialah :
إِنْ لَمْ يُدْغَمْ كَانَ مُخَفَّفًا
“Apabila
huruf setelah mad dalam ejaan huruf wafatihus suwar tidak diidghomkan,
dinamakan mad lazim harfi musyba mukhofaf”.
Maksdunya,
bacaan diringankan (mukhofaf), akibat tidak terjadinya proses idghom.
Contoh: عٓسٓقٓ
Cara membacanya
yaitu, ‘aiin (6 harakat dan di ikhfa-kan), siin(6 harakat dan di ikhfa-kan),
qaaf (6 harakat).
Secara
bahasa, mad artinya panjang; lazim artinya pasti (harus dibaca panjang); harfi
artinya huruf (yakni, terjadinya pada huruf); dan mukhofaf berarti ringan atau
tidak terjadi idghom. Menurut istilah, mad lazim harfi mukhofaf adalah :
هُوَمَاكَانَ الْحَرْفُ فِيْهِ عَلَى
حَرْفَيْنِ
“Apabia huruf-huruf (wafatihus suwar)-nya terjadi dari 2 ejaan
hurufnya”.
Dalam nazham
dijelaskan :
وَمَاسِوَى
الْحَرْفِ الثَّانِ لَاأَلِفْ # فَمَدُّهُ مَدًّاطَبِيْعِيًّااُلِفْ
وَذَاكَ
اَيْضًا فِيْ فَوَاتِحِ السُّوَرْ # فِيْ لَفْظِ حَيٍّ طَاهِرٍ قَدِانْحَصَرَ
“Dan selain huruf yang 3 ejaan hurufnya,
ada juga huruf yang tersusun dari 2 ejaan huruf, maka memanjangkannya seperti
mad thobi’i (2harokat). Huruf-huruf tersebut merupakan wafatihus suwar, yang
menurut para ulama, teringkas dalam kalimat hayyin thahir”.
Huruf-huruf mad
lazim harfi mukhofaf ada 5 yaitu ح ي ط ه ر (حَيٌّ طَهُرَ)
Cara membacanya
yaitu tiap huruf dipanjangkan 2 harakat.
Contoh: طٰهٰ
Secara
bahasa, mad artinya panjang; lazim artinya pasti (harus dibaca panjang); kalimi
artinya kalimat (yakni, terjadinya pada kalimat); dan mutsaqol artinya berat,
karena terjadi idghom. Menurut istilah, mad lazim kalimi mutsaqol ialah :
هُوَ أَنْ يَّكُوْنَ بَعْدَ حَرْفِ
الْمَدِّ حَرْفٌ مُشَدَّدٌ فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ
“Apabila setelah huruf mad (ashli)
terdapat huruf yang bertasydid dalam satu kata (kalimat)”.
Syarat
terjadinya mad lazim kalimi mutsaqol adalah adanya huruf yang bertasydid
setelah mad ashli. Jika tidak terdapat huruf yang bertasydid, hukumnya tetap
mad asli. Kemudian huruf yang bertasydid itupun harus berada dalam satu kata
dengan huruf mad ashli.
Cara
membaca mad lazim kalimi mutsaqol ialah dengaan memanjangkan terlebih dahulu
huruf mad sebanyak 6 harokat (3 alif), “diberatkan” (mutsaqol) atau dimasukkan
(idghom) kepada huruf yang bertasydid dihadapannya.
Contoh: وَلَاالضَّآلِّيْنَ , الطَآمَّةُ
Secara
bahasa, mad artinya panjang; lazim artinya pasti (harus dibaca panjang); kalimi
artinya kalimat (yakni, terjadinya pada kalimat); dan mukhofaf artinya ringan,
karena tidak terjadi idghom. Menurut istilah mad lazim kalimi mukhofaf ialah :
هُوَاَنْ يَكُوْنَ بَعْدَ حَرْفِ
الْمَدِّ حَرْفٌ سَاكِنٌ وَلَيْسَ مُدْغَمًا
“Apabila
setelah huruf mad terdapat huruf yang bersukun dan tidak ada idghom”.
Jadi, syarat terjadinya mad lazim kalimi
mukhofaf adalah adanya huruf yang bersukun setelah huruf mad. Namun, tidak ada
proses idghom didalamnya.
Cara membaca mad lazim kalimi mukhofaf
iallah dengan dipanjangkan 6 harokat atau 3 alif.
Perlu diketahui bahwa di dalam al-qur’an,
hukum mad laazim kalimi mukhofaf hanya terdapat pada 2 tempat. Kedua tempat
tersebut ialah :
-
Surat
yunus : 51
-
Surat
yunus : 91
Pada kedua surat ini, lafad yang berhukum
mad lazim kalimi mukhofaf sama, yaitu : آٰلْئٰنَ
Secara bahasa, Mad artinya panjang dan
Badal artinya pengganti. Menurut istilah yang diambil dari kitab Hidayatul
Mustafid, Mad Badal yaitu:
هُوَ أَنْ يَجْتَمِعَ الْمَدُّ مَعَ
الْهَمْزَةِ فِي كَلِمَةٍ لَكِنَّ تَتَقَدَّمُ الْهَمْزَةُ عَلَى الْمَدِّ
“Berkumpulnya
huruf Mad dengan Hamzah dalam kalimat, tetapi posisi Hamzah lebih dahulu dari
huruf Mad.”
Dijelaskan dalam nazham Tuhfatul Athfal:
وَقَدِّمِ الْمَدَّ عَلَى الْهَمْزِ
وَذَا # بَدَلْ كَأٰمَنُوْا وَإِيْمَنًا خُذَا
“Dan
apabila Hamzah terletak lebih dahulu dari (huruf) Mad, maka dinamakan Mad
Badal, seperti dalam lafadz Aamanuu dan Iimaanaa.”
Dengan kata lain, Mad Badal terjadi karena
huruf Mad didahului oleh Hamzah. Jika huruf yang mendahului huruf Mad tersebut
bukanlah Hamzah, maka hukumnya tetap Mad Ashli/Mad Thabi’i.
Cara membaca Mad Badal yaitu dipanjangkan
dua harakat atau satu alif. Berikut contoh bacaan Mad Badal:
a.
Contoh lafadz اٰمَنُوْا
Lafadz ini asalnya أَأْمَنُوْا selanjutnya Hamzah kedua diganti
dengan huruf Mad yaitu alif yang menjadi penggantinya (badal) sehingga menjadi اٰمَنُوْا/ءَامَنُوْا/اَامَنُوْا
b.
Contoh
lafadz أُوْتِيَ
Lafadz ini asalnya اُاْتِيَ selanjutnya Hamzah kedua diganti dengan huruf Mad yaitu wau yang
menjadi penggantinya (badal) sehingga menjadi أُوْتِيَ
c.
Contoh
lafadz إِيْمَانًا
Lafadz ini asalnya اِأْمَانًا selanjutnya Hamzah kedua diganti
dengan huruf Mad yaitu ya yang menjadi penggantinya (badal) sehingga menjadi إِيْمَانًا
Ada
pengecualian untuk lafadz أُوْحِيَ itu tidak termasuk Mad Badal dikarenakan asal katanya ialah
“auhaa”, wau pada lafadz tersebut adalah wau asli bukan wau pengganti/badal.
Secara bahasa, Mad artinya panjang, ‘aridl
artinya baru/tiba-tiba ada, dan sukun artinya bersukun/mati. Menurut istilah
yang diambil dari kitab Hidayatul Mustafid, Mad ‘Aridl Lissukun adalah:
هُوَالْوَقْفُ عَلَى
اٰخِرِالْكَلِمَةِ وَكَانَ قَبْلَ الْحَرْفِ الْمَوْقُفِ عَلَيْهِ أَحَدُ حُرُوْفِ
الْمَدِّ
الطَّبِيْعِيِّ الَّتِيْ هِيَ
الأَلِفُ وَالوَاوُ وَالبَاءُ
“Pemberhentian (waqaf)
bacaan pada akhir kata/kalimat, sedangkan huruf sebelum huruf yang di waqafkan
itu merupakan salah satu dari huruf-huruf Mad Thabi’i yaitu alif, wau, dan ya.”
Dapat pula dikatakan bahwa Mad ‘Aridl
Lissukun adalah Mad Ashli atau Mad Thabi’i yang di waqafkan, karena hakikat
dari Mad ‘Aridl Lissukun itu sendiri dari Mad ashli yang terkena waqaf secara
tiba-tiba, walaupun ditengah kalimat. Namun demikian, bila mad ini di washalkan
maka hukumnya adalah Mad Ashli.
وَمِثْلُ ذَاإِنْ عَرَضَ السُّكُوْنُ
# وَقْفًاكَتَعْلَمُوْنَ نَسْتَعِيْنُ
“Misal
cara Mad Munfasil kalau datang sukun sebab waqaf seperti lafadz Ta’lamuuna,
nasta’iinu.”
Cara pembacaan Mad ‘Aridl Lissukun ada 3
cara:
a.
Thuul
(panjang), yaitu dipanjangkan 6 harakat atau 3 alif.
Contoh نَسْتَعِيْنُ dibaca
Nasta’iiiiiin
b.
Tawassuth
(sedang), yaitu dipanjangkan 4 harakat atau 2 alif
Contoh نَسْتَعِيْنُ dibaca
Nasta’iiiin
c.
Qashr
(pendek), yaitu dipanjangkan 2 harakat atau 1 alif
Contoh نَسْتَعِيْنُ dibaca
Nasta’iin
Secara bahasa, Mad artinya panjang dan
Iwadl artinya pengganti. Menurut istilah dari kitab Hidayatul Mustafid, Mad
Iwadl adalah
هُوَالْوَقْفُ عَلَى تَنْوِيْنِ
الْمَنْصُوْبِ فِي اٰخِرِالْكَلِمَةِ وَقَدْرُ مَدِّهِ حَرَكَتَانِ
“Berhentinya
bacaan pada tanwin fathat di akhir kalimat dan ukuran membacanya dua harakat.”
Mad Iwadl dalam pengertian disini yaitu
bacaan panjang pada akhir kata/kalimat sebagai pengganti dari suara tanwin
fathah yang tidak berbunyi lagi karena bacaan di waqafkan.
Contoh:
-
Lafadz
كَبِيْرًا
dibaca كَبِيْرَا
-
Lafadz
وَنِسَآءً dibaca وَنِسَآءَ
-
Kecuali
untuk lafadz yang huruf akhirnya Ta Marbuthah berharakat tanwin fathah, itu
tidak disebut Mad Iwadl. رَحْمَةً maka dibaca رَحْمَهْ
Secara bahasa, Mad artinya panjang dan Lin
artinya lunak. Menurut istilah dalam kitab Al-Qaulus Sadiid dikutip dalam buku
“Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap.”
هُوَالْوَاوُ وَالْيَاءُ
السَّاكِنَانِ الْمَفْتُوْحُ مَا قَبْلَهُمَا
“Apabila
wau dan ya berharakat sukun dan huruf sebelumnya berharakat fathah.”
Sedangkan dalam kitab Hidayatul Mustafid
هُمَاحَرْفَانِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ
بِشَرْطِ سُكُوْنِهِمَاوَانْفِتَحِ مَا قَبْلَهُمَا
“Apabila
huruf wau dan ya bersukun, sebelumnya ada huruf yang berharakat fathah.”
Dijelaskan
dalam nazham Tuhfatul Athfal:
وَاللِّيْنُ مِنْهَاالْيَا وَوَاوٌ
سَكَنَا # إِنِ انْفِتَاحٌ قَبْلَ كُلٍّ أَمْكَنَا
“Lin
yaitu jika ada huruf Mad berupa ya atau wau yang bersukun sedangkan huruf
sebelumnya berharakat fathah.”
Huruf Lin ada dua yaitu wau sukun dan ya
sukun dengan syarat sebelumnya ada huruf berharakat fathah. Cara pembacaannya
sama dengan Mad ‘Aridl lissukun yaitu bisa dua, empat, atau enam harakat.
Contoh: مِنْ
خَوْفٍ , فِي شَيْءٍ
Menurut bahasa, mad artinya panjang dan
Shilah artinya hubungan. Menurut istilah, mad shilah yaitu:
هُوَ حَرْفُ مَدٍّ زَائِدٌ مُقَدَّرٌ
بَعْدَ هَاءِ الضَّمِيْرِ
“Mad tambahan (dari Mad Ashli) yang
disebabkan oleh Ha dhamir.”
Para
ulama memberikan alasan tentang penamaan Mad Shilah ini:
تَاَدُّبًا لِأَنَّ الْقُرْآنَ
العَظِيْمَ لَازِيَادَةً فِيْهِ وَلَا نَقْصَ
“Sebagai
penghormatan terhadap Al-Qur’an yang agung, yang tidak bisa ditambah atau
dikurangi.”
Mad Shilah terbagi menjadi 2 bagian yaitu
Mad Shilah Qashirah dan Mad Shilah Thawiilah.
a.
Mad
Shilah Qashirah (pendek)
Menurut istilah, Mad shilah Qashirah
yaitu:
إِذَاكَانَ مَاقَبْلَ الْهَاءِ
مُتَحَرِّكًا . . . وَيُشْتَرَطُ اَيْضًا أَنْ لَايَكُوْنَ مَابَعْدَهُ
مَوْصُوْلًا . . . وَلَايَجِدُ بَعْدَالْهَاءِ هَمْزٌ مُتَحَرِّكٌ
“apabila
sebelum Ha dhamir ada huruf yang berharakat, dan disyaratkan tidak disambungkan
dengan huruf berikutnya, dan tidak pula bertemu Hamzah yang berharakat.”
Dari pengertian diatas, Mad Shilah
Qashirah mempunyai 3 syarat yaitu:
1)
Sebelum
Ha dhamir harus ada huruf yang berharakat.
2)
Ha
dhamir tidak disambungkan.
3)
Ha
dhamir tidak bertemu dengan huruf Hamzah.
Jika ketiga syarat tersebut tidak
ada, maka tidak dihukumi Mad Shilah Qashirah.
Contoh Mad
Shilah Qashirah:
إِنَّهُ كَانَ, لَهُ مَافِى
السَّمٰوَاتِ
Cara membaca Mad Shilah Qashirah
yaitu dipanjangkan dua harakat, baik Ha dhamir tersebut berupa dhamah ataupun
kasrah. Biasanya harakat Ha dhamir pada Mad ini ditulis dalam bentuk dhamah
terbalik atau fathah kasrah berdiri.
Ada pengecualian dalam Q.S.
Al-Furqan ayat 69 pada lafadz:
. . . وَيَخْلُدْ فِيْهِ مُهَانًا
Dari lafadz tersebut, cara
membacanya yaitu dipanjangkan Ha dhamir-nya meskipun tidak memenuhi persyaratan
sebagai Mad Shilah Qashirah karena sebelum Ha dhamir terdapat huruf yang
bersukun.
b.
Mad
Shilah Thawiilah (panjang)
Menurut Istilah Mad shilah thawilah
yaitu:
إِذَاكَانَ بَعْدَ الْهَاءِ هَمْزَةُ
قَطْعٍ
“Apabila
setelah Ha dhamir terdapat Hamzah Qath’i.”
Jadi, mad shilah thawilah
mensyaratkan adanya huruf hamzah setelah Ha dhamir. Jika tidak ada hamzah, maka
hukumnya mad shilah Qashirah.
Cara pembacaan Mad ini yaitu
dipanjangkan lima harakat atau dua setengah alif, baik Ha dhamir tersebut
berharakat dhamah maupun kasrah.
Contoh:
Tamkin secara bahasa artinya tetap
(penetapan). Sedangkan menurut Istilah yaitu:
هُوَكُلُّ يَاءَيْنِ
أَحَدُهُمَاسَاكِنٌ مَكْسُوْرٌ مَاقَبْلَهَامُشَدَّدًا
“Bertemunya
dua huruf Ya dalam satu kata, ya yang pertama berharakat kasrah dan bertasydid,
sedangkan ya yang kedua berharakat sukun atau mati.”
Jadi, mad tamkin terjadi jika dua huruf ya
saling bertemu dalam sata kata. Huruf ya pertama berharakat kasrah dan
bertasydid, dan ya kedua berharakat sukun.
Bila ditelaah lebih jauh, mad tamkin ini
sebenarnya hanya mempunyai perbedaan sedikit dengan mad ashli. Yaitu adanya
tasydid pada huruf ya yang pertama dalam mad tamkin. Seandainya tasydid
tersebut tidak ada, maka kembali ke hukum mad ashli.
Cara membaca Mad Tamkin yaitu dengan
menetapkan (memantapkan) bunyi tasydid pada huruf ya yang pertama. Selanjutnya
bacaan dipanjangkan saat menghadapi huruf Mad-nya (huruf ya kedua yang
berharakat sukun).
Panjang bacaannya ialah dua harakat atau
satu alif. Namun, apabila setelah huruf ya terdapat satu huruf hidup dan bacaan
di waqafkan pada huruf hidup tersebut, maka membacanya boleh dua, empat, atau
enam harakat, karena hukum bacaan pada akhir kata tersebut menjadi Mad Aridl
Lissukun.
Contoh:
حُيِّيْتُمْ , وَالنَّبِيِّيْنَ ,
عِلِّيِّيْنَ .
Farq secara bahasa artinya pembeda
(membedakan), sedangkan secara istilah yaitu:
هُوَالْمَدُّيُفَرِّقُ بَيْنَ
الْإِسْتِفْهَامِ وَالْخَبَرِ لِأَنَّهُ لَوْلَاالْمَدُّ لَتُوُهِّمَ أَنَّهُ
خَبَرٌ لَاإِسْتِفْهَامٌ
فَالْهَمْزَهُ فِيْهِ لِلْإِسْتِفْهَامِ .
“Bacaan panjang yang
berfungsi untuk membedakan kalimat istifham (pernyataan) dan khabar
(keterangan). Karena jika dibedakan dengan Mad, kalimat istifham akan disangka
kalimat khabar, padahal hamzah tersebut adalah hamzah istifham.”
Cara membaca Mad Farq yaitu dipanjangkan
enam harakat atau tiga alif, yaitu tatkala kita melafalkan Hamzah istifham
kemudian ditasydidkan pada huruf idgham syamsiyah dikalimat berikutnya.
Didalam Al-Qur’an, Mad farq ini hanya
terdapat pada empat tempat yaitu:
1.
Q.S.
Al-An’am : 143
2.
Q.S.
Al-An’am : 144
3.
Q.S.
Yunus :59
4.
Q.S.
An-Naml :59
Kehadiran Mad farq dalam empat tempat
tersebut berfaedah untuk membedakan bentuk kalimat, yaitu antara kalimat
istifham dan khabar.
Contoh:
ءٰٓاللّٰهُ Terdapat
dalam Q.S. An-Naml : 59, cara membacanya yaitu dipanjangkan dahulu enam harakat
baru kemudian ditasydidkan pada kalimat di depannya (huruf lam pada lafadz
Allaahu). Pada mulanya lafadz tersebut adalah “Allaahu”, kemudian ditambah
hamzah istifham dibelakangnya sehingga terjadi pertemuan dua hamzah. Lalu
hamzah kedua disukunkan dan diganti dengan huruf mad (alif), maka terbentuklah
mad badal. Mad badal ini kemudian disambut oleh huruf yang bertasydid (lam pada
lafadz Allaahu). Dari pertemuan Mad Badal dan huruf yang bertasydid inilah
lahir Mad Farqi.
Ada beberapa
bacaan yang tidak dibaca Mad meskipun bacaan tersebut mengandung huruf Mad atau
memenuhi syarat dihukumi Mad. Bacaan atau lafadz tersebut biasanya ditandai
dengan Shifir (tanda kecil berbentuk bulat atau lonjong diatas
huruf yang tidak boleh dibaca panjang. Ada juga beberapa lafadz yang tidak
dibaca panjang dan tidak ditandai dengan shifir.
Tanda shifir dalam
Al-Qur’an ada dua bagian:
Shifir Mustadir merupakan tanda kecil
berbentuk bulat yang terletak diatas suatu huruf yang berfungsi:
يَدُلُّ عَلَى زِيَادَةِ ذٰلِكَ
الْحَرْفِ فَلَايُنْطِقُ بِهِ فِى الْوَصْلِ وَلَافِى الْوَقْفِ
“Suatu
tanda tambahan yang menunjukkan bahwa huruf tersebut tidak boleh dibaca panjang,
baik ketika washal maupun ketika waqaf.”
Dalam mushaf Al-Qur’an standar Indonesia
terbaru yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI, setidaknya ada 22 tempat di
dalam Al-Qur’an yang terdapat shifir mustadir.
Beberapa contohnya:
وَمَلَا۠ئِهِ , وَثَمُوْدَا۠ ,
اَفَا۠بِنْ
Lafadz di atas, huruf yang ada tanda
shifir mustadir tidak dibaca Mad atau panjang, baik ketika diwashalkan maupun
diwaqafkan. Jika bacaan dipanjangkan maka artinya juga akan berubah.
Shifir Mustatil merupakan tanda kecil
berbentuk bulat panjang (lonjong) yang terletak diatas suatu huruf yang
berfungsi:
يَدُلُّ عَلَى زِيَادَتِهَا وَصْلًا
وَلَا وَقْفًا
“Suatu
tanda tambahan yang menunjukkan bahwa huruf tersebut tidak boleh dibaca panjang
ketika washal tetapi dibaca panjang ketika waqaf.”
Setidaknya ada 66 tempat di dalam
Al-Qur’an yang terdapat tanda shifir mustathil. Ke 66 tersebut terbagi menjadi
dua kategori, yakni lafadz “Ana” kurang lebih ada 61 dan lafadz selain “Ana”
kurang lebih ada 5 didalam Al-Qur’an.
Beberapa
contohnya:
أَنَا۠ , لٰكِنَّا۠ , اَلسَّبِيْلَا۠
*mohon maaf
apabila tulisan tidak sesuai dengan asli dikarenakan penulisan menggunakan
komputer.
Pada lafadz di atas, yaitu huruf yang
ditandai dengan tanda shifir mustathil tidak boleh dibaca panjang ketika
diwashalkan, tapi jika diwaqafkan maka harus dibaca panjang.
Ada lafadz-lafadz lain yang tidak dibaca
Mad dan tidak ditandai dengan tanda Shifir, diantaranya lafadz اُولٰٓئِكَ , لِاُولِى dan
lain sebagainya.
PENUTUP
Dari pembahasan
diatas dapat diambil kesimpulan yaitu, Mad adalah ilmu mengenai ukuran panjang
suatu huruf dalam membaca Al-Qur’an. Mad terbagi menjadi 2 bagian yaitu
-
Mad
Ashli/Mad Thabi’i (tidak butuh sebab)
-
Mad
Far’i (butuh sebab). dimana Mad Far’i ini terbagi lagi menjadi beberapa
golongan
Ada yang
panjangnya satu alif atau dua harakat yaitu Mad Badal, Mad Iwadl dan Mad Shilah
Qasirah, Mad Tamkin. Ada yang panjangnya 1 sampai 3 alif yaitu Mad Wajib
Muttasil, Mad Jaiz Munfashil, Mad Arid Lissukun, Mad Shilah Thawilah. Ada juga
yang panjangnya 3 alif yaitu Mad Lazim Kalimi Mutsaqal, Mad Lazim Kalimi
Mukhaffaf, Mad Lazim Harfi Mutsaqal, Mad Lazim Kalimi Mukhaffaf, Mad Farqi.
Namun ada juga
bacaan yang tidak dibaca Mad meski memenuhi syarat Mad, bacaan ini biasa
disebut dengan shifir yang terbagi menjadi dua (mustadir dan mustathil).
Dalam makalah ini
kami membahas tentang Mad dan pembagiannya. Kami berharap pembaca tidak puas
dengan makalah yang kami sajikan ini dan berusaha mencari sumber lain yang
berkaitan dengan materi ini demi kesempurnaan pengetahuan dalam memahami ilmu
tajwid.
DAFTAR
PUSTAKA
Kitab Hidayatul
Mustafid.
Kitab Matan
Al-Jazariyah.
Kitab Tuhfatul
Athfal.
Iim, Acep.
2016.Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap.Diponegoro:CV.Penerbit
.
Comments
Post a Comment